12 April, 2009

PEMIMPIN YANG SEDERHANA

Bapak Natsir selalu hidup sederhana dalam berpakaian, bahkan pada saat dia menjadi Pendana Menteri di tahun 1950. Dia sosok orang dengan pakaian paling jelek di antara semua pejabat di Yogyakarta. Itulah satu-satunya pakaian yang dimilikinya. Hingga beberapa minggu kemudian, seluruh staf yang bekerja di kantornya berpatungan membelikannya sehelai baju yang lebih pantas.

Pria ini bersuku Minangkabau yang lahir di kota Alahan Panjang sekitar 30 mil sebelah selatan Solok), Sumatra Barat tanggal 17 Juli 1907. Natsir tumbuh di kalangan masyarakat yang sangat relijius. Kampung halamannya adalah daerah pertanian yang sangat makmur.

Ayahnya pegawai rendah di kantor pemerintah daerah Alahan Panjang. Ayahnya hanya lulusan sekolah dasar berbahasa Indonesia, sehingga tak pandai berbahasa Belanda (HIS belum lagi didirikan di daerah tersebut). Ibunyapun hanya pandai membaca dalam bahasa Indonesia. Orang tuanya berusaha semampu mereka untuk memberikan pendidikan terbaik untuk Natsir belia.

Setelah menempuh sekolah swasta selama setahun di Padang, dia melanjutkan pendidikannya di HIS Solok selama tiga tahun. Sementara itu, sepulang sekolah dia belajar di sekolah agama Islam yang dipimpin oleh para pengikut Haji Rasul (ulama Muhammadiyah di Sumatra Barat pendiri sekolah Sumatra Thawalib di Padang Panjang). Selanjutnya dia menerima berbagai beasiswa untuk melanjutkan sekolah di MULO 1923-1927. Kemudian di AMS yang sangat prestisius di Bandung selesai pada tahun 1930.

Pergaulannya yang luas membuat Natsir sangat menguasai bahasa Inggris, Belanda, Perancis Jerman, dan Arab. Teman-teman satu almamaternya antara lain Sjafruddin Prawiranegara, Mohamad Roem, Jusuf Wibisono, dan Sutan Sjahrir (kakak kelas Natsir).

Di Bandungpun, Natsir tetap menjadi murid Islam yang tekun dan bersungguh-sungguh. Sambil bersekolah di AMS, ia bergabung dengan organisasi Persatuan Islam (PERSIS) dan belajar tentang Islam langsung dari ustadz Ahmad Hasan.

Di tahun 1928 tulisan pertamanya muncul di Jurnal "Pembela Islam" milik Persis. Satu tahun kemudian ia menjadi anggota Jong Islamieten Bond, yang didirikan Haji Agus Salim dan kemudian menduduki jabatan Ketua Cabang Bandung.

Walaupun demikian, ia melihat bahwa Persis masih lebih penting. Karena organisasi ini menekankan Islam sebagai sistem sosial dan politik dan pengaruh Persis yang luas sampai di pelosok pedesaan.

Merasa akan pentingnya memajukan bidang pendidikan berdasarkan Islam, ia mengesampingkan kesempatan mendapatkan beasiswa untuk bersekolah hukum di Batavia dan The Rotterdam School of Economics.

Ia justru memilih sekolah latihan guru non-Eropa dua tahun. Pendidikan ini diselesaikannya pada tahun 1932. Kemudian pada tahun itu juga, ia mendirikan Pendidikan Islam. Lembaga ini terus berkembang sampai akhirnya, di tahun 1942 ditutup oleh pemerintah pendudukan Jepang.

Pada saat sebelum ditutup Pendidikan Islam telah berhasil mendirikan cabang-cabangnya di beberapa kota di Jawa Barat. Terdiri dari sekolah tingkat pertama 7 tahun (dengan rata-rata 80 murid), kemudian sekolah lanjutan 3 tahun (dengan rata-rata 90 orang murid), dan juga sekolah latihan guru 2 tahun (dengan peserta rata-rata 30 orang).

Sebagaimana dengan ‘sekolah liar’ lain yang banyak didirikan kaum pribumi pada waktu itu, penguasa kolonial Hindia Belanda tidak mengakui sekolah Pendidikan Islam sebagai bagian dari sistem pendidikan mereka. Walaupun kurikulum yang digunakannya telah sama dengan kurikulum yang diterapkan sekolah kolonial Belanda hanya ditambah Pendidikan Keislaman.

Natsir menerapkan kurikulum sekolahnya sehaluan dengan pola pendidikan yang dikembangkan di Die German Arbeit Schulen yang menekankan pendidikan praktis. Yakni dengan bekerja praktek.

Dalam pengembangan pemahamannya tentang ajaran Islam, Natsir terkesan sekali pada tafsir Mohammad Abduh yang menggambarkan bahwa Islam adalah sebuah sistem sosial. Di mana etika Islam bisa diturunkan menjadi nilai moralitas sosial dan keadilan sosial. Bahkan bisa dijadikan pijakan dalam menentang kolonialisme.

Dia berpendapat bahwa kejayaan Islam dapat direngkuh di zaman modern ini dengan cara memurnikan ajaran yang dibawa oleh Muhammad Rasullah dari penyimpangan (bidah), praktek tahayul, dan melalui ilmu pengetahuan barat. Persepsi ini nampak sekali pada kurikulum sekolah Pendidikan Islam yang didirikan Natsir..

Setelah sekolahnya ditutup oleh pemerintah Jepang. Beliau mulai aktif di dunia politik. Salah satunya menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Panitia ini menyusun Rencana Undang-undang Dasar dan dasar negara RI. Perjuangan beliau untuk menjadikan negara ini bersyariatkan Islam nampak pada Piagam Jakarta yang sila pertamanya mencantumkan pelaksanaan syariat Islam. Namun sayang usaha ini gagal, dan Piagam Jakarta dihapus.

Di masa pemerintahan liberal beliau bersama beberapa ulama mendirikan Partai Masyumi. Partai ini merupakan partai yang sangat disegani. Kepiawaian beliau sebagai politikus terbukti ketika membubarkan negara RIS dan kembali menjadi negara kesatuan.

Pada zaman krisis moneter di masa Orde lama. Melalui menteri keuangan Syafrudin Prawiranegara, kabinet beliau mampu mengembalikan nilai mata uang yang telah jauh merosot.

Seperti lazimnya kehidupan di dunia politik, banyak orang yang tidak suka terutama dari lawan politiknya. Pada tahun 1960 karena suatu fitnah Masyumi membubarkan diri. Umat Islam Indonesia mengalami kemunduran setelah itu. Partai Komunis bertindak semena-mena menculik para tokoh Islam, tanpa perlawanan yang berarti.

Bahkan ketika PKI dihancurkan (atas izin Allah), dan berdiri pemerintahan Orde baru di bawah Soeharto, hak politik umat Islam tetap terberangus. Bahkan di saat ini -pasca Orba- kita tetap tidak punya figur kepemimpinan umat Islam Indonesia.

Beliau meninggal dunia dalam usia 84 tahun pada tanggal 6 Februari 1993 di Jakarta. Boleh dikata beliau adalah tokoh besar Indonesia terakhir dari para pemimpin kebangsaan dan politik yang revolusioner. Akankah seorang pemimpin besar, politikus yang handal, dan pendidik yang sabar terlahir meneruskan perjuangan beliau. Dan memimpin kita yang kehabisan pemimpin ini.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More